Oleh Ryan Filbert*
@RyanFilbert
KOMPAS.com – Tidak sedikit orang yang berteriak bahwa MLM atau multi level marketing adalah sebuah skema yang berakhir pada penipuan. Alhasil, MLM sering dicap sama dengan penipuan. Bahkan bisa sama juga investasi dicap sama dengan penipuan. Ini menyebabkan banyak orang menghindari segala hal berbau investasi dan MLM.
Meski demikian, perlu saya jelaskan bahwa keduanya (MLM dan investasi) tidak dapat disamakan. Bila Anda bertanya mengenai investasi yang menjurus ke penipuan maka bisa membaca pada artikel-artikel saya di Kompas.com.
Namun pada kali ini saya tergelitik untuk kembali membahas sedikit mengenai multi level marketing. Akibat banyaknya penipuan yang mengatasnamakan MLM, metode ini mendapat cap yang buruk dimata masyarakat.
MLM adalah sebuah metode penjualan berjenjang. Misalnya, saya memiliki sebuah produk sikat gigi, penjualan normal sikat gigi adalah saya jual dan Anda beli, bila Anda beli maka saya dapat keuntungan.
Apa jadinya bila Anda ingin menjual sikat gigi yang Anda beli dari saya? Jelas harus dijual lebih mahal dari pembelian Anda atau Anda bisa meminta diskon agar bisa tetap mendapat keuntungan dengan menjual dengan harga penjualan pertama, betul?
Namun bagaimana bila seperti ini: Anda membeli sikat gigi dari saya, saya menginformasikan bahwa dengan Anda menjualnya kembali kepada orang lain Anda akan mendapatkan keuntungan, bukan diberikan oleh saya, tapi oleh perusahaan pembuat sikat gigi? Dan ketika Anda menjual produk, bukan hanya Anda yang mendapat keuntungan, tapi juga saya yang telah mengenalkan Anda dengan produk sikat gigi tersebut.
Itulah sebuah skema dasar dari penjualan berjenjang atau bertingkat, yakni pada setiap produk yang Anda beli atau jual sebenarnya sudah diperhitungkan keuntungan bagi penjualnya, hingga orang yang memberikan referensi. Bahkan keuntungan bukan hanya dari yang memberikan referensi kepada Anda, tapi orang yang memberikan referensi kepada rekan Anda yang mengenalkan produk kepada Anda, boleh dikatakan bila Anda anak, maka yang mengenalkan kepada Anda adalah ayah, maka yang mengenalkan produk kepada rekan Anda (si ayah) adalah kakek.
Ketika Anda (anak) menjual produk, maka baik ‘ayah’ dan ‘kakek’ juga mendapatkan keuntungan. Dan tentunya ketika orang lain Anda tawarkan untuk menjual di situlah Anda menjadi ‘ayah’. Dalam multi level marketing dikenal dengan jaringan atau level kedalaman.
Lalu apa hubungannya dengan penipuan? Karena seperti yang telah saya tuliskan, bahwa perusahaan memang telah memperhitungkan keuntungannya dalam sikat gigi yang Anda jual, tentunya keuntungan dibagi-bagi tidak ada masalah dong?
Dengan metode MLM, sebenarnya perusahaan bukannya memboroskan uang dengan membagi-bagi keuntungan kepada para penjualnya, melainkan bisa menghemat biaya distribusi dan pemasaran (biaya iklan) karena biaya tersebut adalah biaya yang mahal dalam sebuah industri perdagangan.
Masalah pertama dari MLM gadungan adalah mereka tidak pernah menjalankan bisnis multilevel tapi hanya menebar janji-janji akan mendapatkan keuntungan.
Setidaknya bila Anda ingin menekuni sebuah penawaran MLM ada beberapa tips singkat:
1. Apakah perusahaan memiliki SIUPL atau Surat Ijin Usaha Penjualan Langsung?
Bukan SIUP (Surat ijin Usaha Perdagangan) dan TDP (Tanda Daftar Perusahaan)! Banyak orang tidak mengetahui bahwa membuat sebuah perusahaan MLM perlu memiliki SIUPL, dan perhatikan juga bahwa SIUPL menempel pada sebuah produk, bisa saja dalam sebuah perusahaan memiliki produk A dan B, lalu yang telah diberikan izin SIUPL adalah produk A, sehingga dengan menjual A dan B secara MLM sebenarnya produk B dapat dikatakan ilegal.
2. Apakah ada produknya?
Sebuah bisnis MLM tentunya perlu memiliki produk. Produknya bisa apapun dengan penjualan berbasis MLM seperti buku, komputer, sabun, dan lain sebagainya.
Bila tidak ada produknya, maka perlu dipertanyakan lebih detail karena hingga saat ini penerbitan SIUPL bagi jasa yang di-MLM-kan masih belum jelas, perlu ditanyakan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM.go.id).
Jangan terburu nafsu ikut menjual! Karena ingat, ketika Anda menjual produk MLM Anda sedang “menjual diri” Anda kepada orang yang ditawarkan, bila produk tersebut bermasalah maka Anda juga bisa menjadi tersangka karena ikut menawarkan!
3. Berhitung dari mana keuntungan perusahaan.
Meskipun Anda tidak berniat membuat sebuah produk saingan, coba perhitungkan dari mana keuntungan perusahaan MLM dapat dihasilkan?
Pada umumnya produk MLM lebih mahal dibandingkan produk sejenis. Selain itu, bila perusahaan ini berhenti melakukan rekrutmen penjual baru (anggota), apakah masih bisa bertahan?
Lalu pelajarilah kelemahan-kelamahan dari sistem MLM yang pastinya Anda bisa pelajari di dunia maya yang begitu banyak informasinya. Misalnya, bagaimana pembayaran maksimum dari sebuah keuntungan dan lainnya karena sebuah sistem tidak akan ada yang sempurna. Tidak sedikit perusahaan MLM merugi karena dimanfaatkan kelemahan atau celah perhitungan anggotanya.
Semoga setiap orang di Indonesia lebih cermat dalam melakukan justifikasi pada setiap skema bisnis dan investasi agar negara kita menjadi lebih baik di kemudian hari.
Salam investasi untuk Indonesia!
*Ryan Filbert merupakan praktisi dan inspirator investasi Indonesia. Ryan memulai petualangan dalam investasi dan keuangan semenjak usia 18 tahun. Aneka instrumen dan produk investasi dijalani dan dipraktikkan, mulai dari deposito, obligasi, reksadana, saham, options, ETF, CFD, forex, bisnis, hingga properti. Semenjak 2012, Ryan mulai menuliskan perjalanan dan pengetahuan praktisnya. Buku-buku yang telah ditulis antara lain: Investasi Saham ala Swing Trader Dunia, Menjadi Kaya dan Terencana dengan Reksa Dana, Negative Investment: Kiat Menghindari Kejahatan dalam Dunia Investasi, dan Hidden Profit from The Stock Market, Bandarmology , dan Rich Investor from Growing Investment.
Di tahun 2015 Ryan Filbert menerbitkan 2 judul buku terbarunya berjudul Passive Income Strategy dan Gold Trading Revolution.
Setiap bulannya, Ryan Filbert sering mengadakan seminar dan kelas edukasi di berbagai kota di Indonesia.
Harapan besar Ryan adalah memberikan sebuah sedikit ‘jalan terang’ bagi edukasi mengenai investasi agar semakin banyak orang Indonesia yang ‘melek’ akan dunia investasi dan keuangan.